Korea dan Shamanisme

Persiapan upacara gut di Korean Folk Village.. Ilustrasi: wikipedia.org

Taman Zaman - Shaman adalah praktek perdukunan atau penyembuhan dan pemimpin spiritual. Para shaman terkuat dari Swedia, Greenland, Meksiko, Kirgistan, Mongolia, Korea Selatan dan Kazakhstan datang ke Festival Internasional The Call of 13 Shamans yang sedang diadakan di Tuva, Rusia hingga Minggu (27/7/2014). Shaman dari empat daerah Rusia yakni Altai, Khakassia, Tuva, dan Yakutia juga berpartisipasi dalam festival tersebut. Demikian dikutip dari rbth.com


Kata syaman diambil dari bahasa Tungusik yang digunakan oleh suku bangsa Tungusik di wilayah Siberia dan Asia Tengah. Istilah syaman mulai dipakai secara luas sejak diterbitkannya karya Mircea Eliade yang berjudul "Shamanism; Archaic Techniques of Ectasy" (Syamanisme; Teknik Kuno Mencapai Ekstasi). Eliade menyebut syamanisme sebagai teknik ekstasi, tidak serupa dengan bentuk ilmu hitam, sihir atau bahkan pengalaman ekstasi keagamaan.


Korea dan Shamanisme

Syamanisme Korea adalah kepercayaan asli rakyat Korea yang menggabungkan berbagai kepercayaan dan praktik yang dipengaruhi agama asli Korea, agama Buddha dan Taoisme. Dalam bahasa Korea, syamanisme disebut mu (무) dan sang praktisi disebut mudang (무당, 巫堂). Tugas mudang biasanya dipegang oleh wanita yang melakukan kontak (menghubungkan) antara dewa dan manusia.

Syaman mengadakan gut atau upacara persembahan untuk melakukan penyembuhan, mendatangkan keberuntungan serta menjadi perantara antara dewa dengan cara kerasukan. Upacara gut juga diadakan untuk membimbing arwah orang yang sudah meninggal menuju surga.

Rakyat Korea seperti banyak bangsa di Asia Timur lain, menganggap agama secara elektis dibanding ekslusif (mudah untuk memeluk suatu agama). Pandangan religius mereka tidak tertanam pada satu agama saja, namun oleh berbagai kombinasi kepercayaan dan agama yang diimpor ke Korea. Walau banyak orang Korea yang memeluk agama tertentu seperti Buddha atau Kristen, banyak pula di antara mereka yang masih terikat dengan kepercayaan asli mereka.

Walaupun syamanisme Korea tidak lagi banyak pengikutnya seperti dahulu, praktik ini masih berlangsung di Korea. Pada masa lalu ritual ini juga diadakan untuk meminta kelimpahan pertanian.

Syamanisme Korea dicirikan dengan pengadaan upacara gut yang beraneka ragam untuk melakukan kontak antara manusia dengan alam roh. Profesi syaman biasanya cukup dapat menghasilkan banyak uang di Korea. Tradisi Syaman Korea agak serupa dengan tradisi syaman dari suku-suku di Siberia, Mongolia, dan Manchuria.

Sejarah Shamanisme Korea

Kepercayaan terhadap alam gaib adalah bentuk paling awal dari kehidupan spiritual masyarakat Korea, yang telah dipraktikkan sejak zaman prasejarah.

Syamanisme Korea berakar dari kebudayaan masyarakat pedalaman daratan yang telah berusia lebih dari 40 ribu tahun. Kata syaman disamakan dengan "dukun", "tabib", "psychopomp", mistik, dan puitis (Eliade, 1974). Apa yang membedakan syaman dengan para penyembuh atau pemimpin spiritual adalah kemampuannya untuk melakukan teknik trance (kerasukan). Pada saat tak sadarkan diri, jiwa si-syaman akan pergi dari tubuhnya dan menuju alam lain dengan panduan arwah. Ia dapat melakukan penyembuhan dalam banyak tingkatan; secara fisik, psikologi, dan spiritual. Dalam konsepnya, jiwa seseorang dianggap sebagai tempat tinggal napas kehidupan dan raga. Setiap sakit fisik sudah pasti disebabkan sakitnya jiwa. Penyakit pikiran menyebabkan penderitaan diri, kekacauan dan ketidaksadaran diri.

Ada banyak sekali jumlah sembahan seperti dewata-dewata, roh-roh, mulai dari "jenderal dewa" yang menguasai alam lain di langit dan gunung (sanshin). Kepercayaan syamanisme juga meyakini roh-roh yang mendiami hutan, gua keramat, batu-batuan, rumah-rumah dan desa, juga hantu-hantu orang yang meninggal secara tidak wajar. Roh-roh ini dipercaya mempunyai kekuatan untuk memengaruhi atau memberi keberuntungan bagi manusia.

Ritual-ritual yang dilakukan telah mengalami banyak perubahan sejak zaman Silla dan Goryeo. Bahkan kepercayaan ini tak tergerus dalam masa Dinasti Joseon yang menerapkan Konfusianisme kuat.

Banyak apara ahli lebih menganggap syamanisme Korea sebagai agama daripada obat dengan ikut campurnya macam-macam mahkluk gaib membantu manusia. Syaman dianggap orang orang yang berpengaruh dan banyak orang yang berkonsultasi dengannya untuk suatu keperluan. Biasanya syaman yang tergolong dalam kasta cheonmin atau kasta terendah sejak zaman Dinasti Joseon sampai sekarang masih mengalami diskriminasi.

Kepercayaan syamanisme masih kuat berpengaruh di desa-desa nelayan dan komunitas desa petani. Di kota-kota besar juga dapat ditemui praktik shaman.

Kebangkitan Shamanisme Korea

Mulai awal tahun 1970-an, ritual-ritual syamanisme mulai menarik perhatian orang-orang asing, bahkan seorang manajer dari hotel beserta para eksekutifnya terlihat menonton ritual kerasukan mudang pada saat membuka cabang baru di Seoul.

Masa depan syamanisme sendiri mulai tidak menentu sejak tahun 1980-an. Masyarakat yang semakin modern akan lebih membutuhkan jasa psikiater atau dokter daripada berkonsultasi dengan dukun.

Pemerintahan modern menganggap syamanisme hanya sebagai takhayul dan menekan keberadaan serta praktiknya dalam kehidupan masyarakat Korea. Namun perubahan iklim nasionalisme dan kepercayaan diri akan budaya tradisional, maka tarian, lagu-lagu dan syair mantra yang dipentaskan di prosesi gut (upacara persembahan) telah dimasukkan sebagai aset budaya berharga yang patut dilestarikan.



Referensi


  1. "Festival Shaman, Tempat Berkumpul Para Dukun Terkuat di Dunia" ditulis oleh Rossiyskaya Gazeta & Oksana Gribanova rbth.com Diakses 18 September 2018
  2. Kim, Tae-kon (1998). Korean Shamanism—Muism. Jimoondang Publishing Company. hlm. 32–33. ISBN 89-88095-09-X
Baca Juga