Pengobatan Tradisional Jawa: Serat Primbon Jampi Jawi

Taman Zaman - Pengobatan Tradisio-nal Jawa dalam Manuskrip Serat Primbon Jampi Jawi” tentang  “Pengobatan Tradisional  Jawa  pada  Manuskrip-Manuskrip Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, dan Museum Radyapustaka”. 


Dalam primbon dijelaskan jenis-jenis bahan pengobatan dalam manuskrip-manuskrip Jawa yang tersimpan di kraton Mangkunegaran, Kasunanan  Surakarta, dan Museum Radyapustaka.Pengobatan tradisional pada awalnya merupakan tradisi  turun-temurun  yang disampaikan secara lisan dari satu gene-rasi ke  generasi  berikutnya. Seiring dengan dikenalnya tradisi tulis, pengobatan tradisional yang awalnya merupakan oral tradition,  akhirnya  dituliskan.  Sampai sekarang,  tulisan-tulisan  kuna oleh nenek moyang bangsa  Indonesia  tersebut tersimpan di museum-museum dan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia dan luar negeri. Tulisan tersebut dikenal dengan sebutan naskah atau manuskrip.

Salah satu tradisi yang termuat dalam manuskrip tersebut adalah tradisi pengo-batan tradisional Jawa. Tradisi pengoba-tan tradisional  Jawa  adalah  pengobatan dengan menggunakan tanaman obat atau tumbuhan herbal yang diolah secara tra-disional, cara penyembuhannya pun juga secara tradiional, dan diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan tersebut tadinya hanya dikenal oleh  kalangan  tertentu kemudian menyebar hingga masyarakat luas, termasuk masyarakat Jawa.

Dalam hal ini, jamu  yang dimaksud adalah ramuan dari bahan racikan jamu yang berasal dari  tanaman  obat (tumbuhan herbal).  Keberadaan  tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lampau.  Bukti  sejarah telah terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi, dan tulisan dalam manuskrip Jawa (primbon). Manuskrip  Jawa  (primbon), yakni Serat Primbon Jampi Jawi jilid I, mencatat  pemakaian  obat tradisional yang telah dilakukan  oleh  masyarakat Jawa. Dalam dunia tentang obat-obatan, obat tradisional  jika  memenuhi syarat-syaratnya dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Pemanfaatan obat tradisional dari tumbuhan herbal yang utama adalah untuk pengobatan  tradisional.

Sampai saat ini, pengobatan dengan obat herbal ada tiga istilah yang terkait di dalamnya, yaitu obat tradisional, obat asli, dan obat  bahan  alam. Badan  Kesehatan Dunia (WHO)  mendefinisikan  obat tradisional sebagai obat asli di suatu negara yang digunakan secara turun-temurun di negara itu dan negara lain.

Selanjutnya, obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya, cara pembuatan,  pembuktian  khasiat, keamanan, dan cara pemanfaatannya ber-dasarkan pengetahuan  tradisional  pen- duduk suatu  daerah.  Obat bahan  alam adalah semua obat yang dibuat dari bahan alam yang proses  pembuatannya belum merupakan isolat murni. Obat bahan alam dapat berupa obat asli, obat tradisional, atau pengembangan dari keduanya.

Di Jawa, sampai sekarang, masyarakat-nya masih memanfaatkan  ramuan  tra-disional. Ramuan tradisional Jawa masih diyakini membantu kesulitan kesehatan terutama bagi  masyarakat  yang  tinggal di pedesaan. Hal itu terjadi karena alam pedesaan dimungkinkan  masih  mudah untuk mendapatkan banyak bahan tana-man yang berkhasiat obat. Lama kelamaan, begitu besarnya perhatian masyarakat pada pengobatan tradisional maka mereka yang hidup di kota besar pun juga mulai membudidayakan tanaman obat.

Ramuan tradisional berbahankan  tanaman  obat atau tumbuhan herbal digunakan untuk pengobatan. Pengobatan itu merupakan sesuatu yang tidak  dapat  terlepas dari kehidupan sehari-hari manusia, baik dari pengobatan penyakit yang paling ringan maupun sampai  pengobatan  penyakit yang terberat.Perkembangan ilmu pengobatan me-ngikuti perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, semakin berkembang peradaban manusia,  ternyata  penyakit pun ikut  berkembang  pula. Faktanya, pesatnya kemajuan pengobatan  hingga ditemukannya obat-obatan kimia, ternya-ta tidak dapat menggantikan fungsi obat herbal. Obat kimia selalu ditakuti karena efek samping yang tidak baik bagi tubuh, sedangkan obat  herbal  lebih aman  dan nyaman digunakan oleh masyarakat. Obat herbal berbahan  dasar  alam atau  alami itu mampu menanggulangi efek samping yang buruk.

Sehubungan dengan hal  tersebut,  maka sampai  saat ini pun  banyak  ditulis  buku-buku yang terkait dengan tanaman obat tradisional, manfaat, dan ramuan yang dapat dibuat untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu. Namun demikian, sumber-sumber rujukan belum dicantumkan pada tulisan-tulisan tersebut,  terutama  yang terkait dengan manuskrip Jawa. Dalam khasanah  manuskrip  Jawa, manuskrip  adalah termasuk manus-krip dalam  pengelompokan  teks sastra primbon. Kategori teks sastra jenis primbon itu memuat uraian ten-tang racikan jamu asli Jawa. Di samping itu, juga  merupakan  ungkapan pikiran dan perasaan nenek moyang sebagai hasil budaya bangsa masa  lampau yang sarat dengan ajaran tentang jamu (bahan jamu, racikan, cara pengolahan, dan  cara  pengobatannya secara tradisional Jawa). Hal itu ditulis sebagai dokumentasi khasanah pengobatan alternatif yang telah berabad-abad dilaku-kan oleh masyarakat Jawa, tidak saja menarik perhatian pada bidang sosio-budaya pada umumnya, tetapi juga menarik pada bidang pengobatan tradisional.

Dalam Serat Primbon Jampi Jawi Jilid I ditemukan deskripsi  beberapa  penyakit yang menyerang anak-anak, orang dewa-sa, dan keduanya. Penyakit dan ramuan yang ditemukan antara  lain:  bèrèngen  (penyakit kulit berwarna merah), bedhed-heg (sesak di perut), bentèr (panas), cacing (cacing), endjrak (sakit  gomen/sariawan/penyakit luka-luka pada bibir), Gom (sari-awan), ising-isingen (berak terus/cika).Di antara beberapa jenis penyakit dan cara pengobatannya, salah satu jenis penyakit yang banyak dikupas dalam Serat Primbon Jampi Jawa Jilid I adalah penyakit cacingan dan cacingan yang disertai berak darah (disentri). Deskripsi dan penjelasan mengenai berbagai macam penyakit dan cara pengobatanya disajikan secara lengkap dalam “Pengobatan Tradisional  Jawa pada Manuskrip-Manuskrip Mangkune-garan, Kasunanan Surakarta, dan Museum Radyapustaka”

Kandungan atau Khasiat Bahan Ramuan

Pengobatan penyakit cacingan dengan pengobatan tradisional Jawa dari ramuan/resep jamu  yang  ditemukan  terdiri atas bahan-bahan jamu  yang  berupa:  akar (bakung), kayu/kulit kayu (cendana, kayu timur, dan mesoyi), daun (asam, lampes, dan trawas), buah (adas, cabe, jambe, dan pala), biji  (jinten  hitam dan  ketumbar), bunga (cengkih dan apen), umbi (bawang putih), dan rimpang (bengle, dringo, dan temuireng). Bahan-bahan  lain  sebagai pelengkapnya adalah air  tawar  panas, garam, ikan kutuk, dan tajin.

Bakung atau Crynum asiaticum L memiliki sejumlah kandungan kimia berupa likorina, krinidina, hemantamina, krinamina yang pada umumnya memiliki sifat anal-gesik (menghilangkan rasa nyeri) dan eks-pektoran (peluruh dahak, mendorong me-ngeluarkan dahak). Di samping itu, akar tumbuhan bakung mengandung alkaloid likorin dan asetilkorin. Efek farmakologis dalam akar bakung, di antaranya berkha-siat sebagai peluruh kencing, antiinflamasi (mengurangi pembengkakan), mencegah pendarahan, peluruh  keringat,  peluruh muntah, sakit  gigi,  dan mengobati  luka  Dalam hal ini, akar bakung adalah salah satu bahan herbal yang dimanfaatkan untuk  mencegah  pendarahan, mengobati muntah,  dan  kemungkinan luka pada penyakit cacingan.Cendana atau Santalum album mem-liki efek herbal berupa alpha-santalol, beta-santalol, lanceol, santanen, alpha-santaldiol, dan beta-santadiol.  Kandungan  di dalam cendana adalah  minyak  asiri,  hars, dan zat samak.  Kandungan  alpha-santalol, beta-santalol merupakan 2 senyawa yang berhasil menekan  pertumbuhan  bakteri dan virus. Di samping itu, khasiat cendana dapat untuk mengobati gangguan pencernaan, radang  usus  besar, berak  darah, infeksi saluran kemih bawah, sakit kepala, dan sakit  pada  dada atau  sesak  napas (Redaksi Trubus, 2012: 272-274; Hidayat, 2015: 92). Dalam hal ini, kulit kayu cendana adalah salah satu  bahan herbal yang dimanfaatkan untuk menekan pertumbuhan bakteri dan virus serta mengobati radang usus besar, dan berak darah.

Di Jawa, secara tradisional kulit kayu mesoyi atau Cryptocarya massoia diguna-kan untuk  menghangatkan  perut pada kasus diare/murus dan kejang perut. Bau aromatis yang dihasilkannya menyebabkan bahan  ini  sering digunakan  untuk bedak bersama-sama  dengan  cengkeh. Bedak itu digunakan sebagai penghangat kulit di saat hujan atau saat udara dingin. Baunya juga merangsang timbulnya hasrat seksual. Kadang-kadang kulit mesoyi ini dibakar  supaya  menyebabkan  bau harum ke seluruh ruang (seperti layaknya kemenyan).

Berdasarkan aktivitas biologi yang telah diteliti,  kulit kayu mesoyi bersifat sebagai  counter irritant (melem-babkan pembuluh  darah  kapiler)  dan aromatikum (bahan pewangi,digunakan sebagai campuran  ratus  wangi. (hp://mahkotadewa.net/kesehatan/ kayu_me-soyi.html). Dalam hal ini, mesoyi adalah salah satu bahan herbal yang digunakan untuk menghangatkan perut pada kasus diare/murus dan kejang perut pada penderita cacingan.Asam biasanya dikenal dengan asam jawa atau Tamarindus indica memiliki kandungan vitamin  B3,  geranial limonene, peptin, dan  sebagainya.  Daun  asam memiliki kandungan  stexin,  iovitexin, isoorietin, flaavovoid,  saponin,dan  tanin.

Khasiat daun  asam  adalah untuk obat bisul dan koreng, termasuk cacar. Khasiat lain dari daun asam adalah untuk mengo-bati encok, eksim, campak, demam, sari-awan, kolesterol tinggi, asma, dan kencing manis (Redaksi  Trubus,  2012: 198-200; hp://manfaatbuahdaun.blogspot.co.id/ 2014/10/30-manfaat-asam-jawa-untuk-kesehatan.html). Dalam  hal  ini, daun asam adalah salah satu bahan herbal yang digunakan untuk  mengobati  cacingan dengan cara  pengobatan   di-cekok-kan (diminumkan) dan di-sembur-kan.

Daun lampes atau Ocimisancti folium berkhasiat sebagai  pelancar ASI  (lakta-goga), emmenagoga  (membersihkan, menuntaskan darah  haid),  karminatif (peluruh kentut,  mengeluarkan  angin), dan antipiretik (pereda demam) (Depkes RI, 1977  dalam  Widyastuti, 2014:  248; Redaksi Trubus, 2012: 556). Dalam hal ini, daun lampes  adalah  salah satu bahan herbal yang digunakan untuk mengobati jenis penyakit cacingan.

Daun trawas atau Litsea odorifera Val mempunyai bau aromatik  dan  rasanya kelat. Daun trawas memiliki kandungan minyak atsiri, damar, metil nonil keton, dan tanin.  Daun  trawas berkhasiat un-tuk penurun demam dan memperlancar ASI. Dalam hal ini, daun lampes adalah salah satu bahan herbal yang di-gunakan untukmengobati jenis penyakit cacingan.

Adas atau Feoniculum vulgare memiliki efek herbal menghilangkan nyeri, mengu-rangi pembengkakan, melancarkan pere-daran darah, peluruh kentut, menambah nafsu makan, dan  mengobati gangguan lambung. Kandungan di dalam buah adas adalah limonena, minyak lemak, minyak asiri, stigmasterol, kamfena,  aponin,  fla-vonoida, polifenol, anetol, dan sebagainya. Kandungan minyak asiri dalam buah adas berkhasiat sebagai peluruh dahak, stimu-lan, laksatif, diuretik, dan antiperadangan (Redaksi Trubus, 2012: 174-175). Dalam hal ini, adas adalah salah satu bahan herbal yang digunakan untukmengobati  jenis penyakit cacingan.Cabe biasanya dikenal  dengan  cabe jawa atau Piper  retrofractum  termasuk tumbuhan fitofarmaka  yang memiliki efek  herbal  androgenik, stimulan (perangsang), analgesik (menghilangkan rasa nyeri), dan  karminatif.

Buah cabe memiliki kandungan zat pedas piperine, resin (kavisin),  asam  palmitik, minyak asiri, sesamin, dan sebagainya. Buah cabe berkhasiat untuk mengobati disentri, di-are, inuensa, batuk, dan menanggulangi pencernaan terganggu, dan kejang perut (Redaksi Trubus, 2012: 127-130). Dalam hal ini, cabe adalah salah satu bahan herbal yang digunakan untuk  mengobati  jenis penyakit cacingan.

Dan lain sebagainya. Anda dapat membacanya di 144LITERA, Volume 16, Nomor 1, April 2017 dengan judul "Pengobatan Tradisional Jawa dalam Manuskrip Serat Primbon Jampi Jawa"
Baca Juga